Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Gunungkidul dibentuk pada Tahun 2022 melalui Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 135 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas. Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak hasil peleburan Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (DP3AKBPM&KB) Kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan Evaluasi Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) pada Dinas Sosial dan bidang yang berkaitan dengan urusan Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DP3AKBPM&KB) dilebur menjadi suatu Dinas baru yang selanjutnya mulai tahun 2022 disebut Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Gunungkidul Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Menempati Gedung yang berada di Jalan KH Agus Salim Nomor 125 Kepek Wonosari, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merupakan Dinas dengan Tipe B yang terdiri dari 1 Sekretariat dan 3 Bidang dan UPT
Latat Belakang
Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak melaksanakan Program kegiatan yang mengacu Kementrian Sosial dan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak manusia sebagai faktor utama pembangunan sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah semakin berkualitas sumber daya manusia yang ada maka semakin baik pula pembangunan yang dicapai. Kondisi sosial di masyarakat sangat kompleks. Mulai dari kemiskinan, penyandang kesejahteraan sosial, kesejahteraan gender, serta terkait perlindungan perempuan dan anak. Langkah-langkah pencegahan dan penanganan harus ada dalam kegiatan agar dapat mencover berbagai urusan tersebut. Gerak laju pembangunan kesejahteraan sosial Kabupaten Gunungkidul telah menunjukan banyak kemajuan terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung dan rentan dalam konsep penyelenggaraan kesejahteraan sosial warga masyarakat tersebut dikenal dengan sebutan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan masyarakat miskin yang menjadi kelompok sasaran pelayanan sosial.
Kemajuan kondisi sosial masyarakat terutama PMKS seperti tercermin pada indikator sosial antara lain jangkauan pelayanan sosial disatu sisi dan penurunan jumlah PMKS dan masyarakat miskin, kemandirian dan keberfungsian sosial, organisasi sosial, pilar-pilar sosial berpartisipasi sosial dan nilai-nilai kesetiakawanan sosial menjadi karateristik dan jati diri bangsa Indonesia selain itu pencapaian pembangunan ksejahteran sosial terlihat juga dari indikator sosial lainnya, yakni adanya peningkatan produktivitas PMKS dan masyarakat miskin sebagai sumber daya manusia yang dapat berpartisipasi aktif dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Berbagai penyediaan layanan ksejahteraan sosial oleh berbagai penyediaan layanan kesejahteraan sosial oleh pemangku kepentingan telah meningkat cukup berarti dari waktu kewaktu, namun demikan upaya pelayanan tersebut masih jauh dari yang diharapkan dibandingkan dengan populasi PMKS yang lebih besar jumlah dan sebaranya dibandingkan dengan sumber daya yang disediakan dan literasi yang telah dilakukan.
Ada sejumlah permasalahan mendasar yang dihadapi antara lain:
- Pendataan masih dalam proses intregasi agar lebih akurat dalam mendata bantuan dan Jaminan Sosial.
- Kegiatan dan Jaminan Sosial bagi PMKS masih tumpang tindih serta sama lainya karena hasil pendataan yang diajukan ke Pusat berbeda dengan hasil verifiksi.
- Belum optimal dalam pemberian pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS yang tercermin dalam aspek pelayanan kelembagaan yang disediakan dan penyediaan anggaran.
- Peran Pemerintah yang masih dominan dalam pelayanan program dan pemberdayaan PMKS dan PSKS sehingga mengurangi esensi dari upaya pemberdayaan sosial itu sendiri;
- Peran mayarakat melalui organisasi nirlaba dan dunia usaha dalam pelayanan kesejahteraan sosial belum terarah terdayagunaan secara optimal;
- Kapasitas sumber daya manusia pelaksanaan pelayanaan kesejahteraan sosial dalam hal subtensi tehnis dan praktis masih terbatas;
- Koordinasi dan komunikasi pada berbagai sektor dan level belum optimal. Dari kompleknya permasalahan kesejahteraan sosial, tetapi melalui pengalaman pelayanan sosial yang panjang, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak telah berhasil melakukan indentifikasi terhadap PMKS kedalam tujuh strategis yakni kekemiskinn, lanjut usia terlantar, difable, gepeng, nafsa, kebencanaan, dan anak berhadapan hukum. Pengelompokan ini dapat memudahkan penetapn sasaran pelayanan social melalui program dan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan social tersebut terdapat berbagai jenis penyandang permasalahan kesejahteraan sosial terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, antara lain kemiskinan, lanjut usia terlantar, anak jalanan, gelandangan dan pengemis atau tuna wisma. Di samping tujuh kesejahteraan sosial, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak mempunyai urusan terkait perempuan dan anak, yaitu masih adanya tindak kekerasan perempuan dan anak. Ketidakadilan dalam akses perekonomian dan politik, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender.
Mengingat pokok permasalahan sosial mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang ada di Kabupaten Gunungkidul perlu dilakukan langkah-langkah setrategis selama lima tahun kedepan yang selanjutnya sebagai rencana strategis Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak terkait permasalahan sosial, perlindungan perempuan dan anak, serta terkait kesetaraan gender untuk mewujudkan Gunungkidul yang cerdas dan sejahtera.
Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuam, dan Perlindungan Anak sebagai rencana strategis selama lima tahun kedepan yang selanjutnya sebagai rencana yang disebut Renstra. Renstra sebagai pedoman perencanaan lima tahun.