DINSOSP3A Gunungkidul Gelar Ekspose Profil Gender dan Anak 2025

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gunungkidul mengadakan “Ekspose Profil Gender dan Anak Tahun 2025” pada Rabu (26/11) di Ruang Rapat Welas Asih. Kegiatan ini dihadiri sekitar 30 peserta dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penyedia data.

Rapat dibuka oleh Sekretaris Dinas yang menekankan pentingnya data gender dan anak sebagai landasan kebijakan publik. Disampaikan bahwa konsep gender kini berkembang tidak hanya sebatas perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga mencakup isu ketimpangan, keadilan sosial, serta perlindungan terhadap kelompok rentan. Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kabupaten Gunungkidul menunjukkan tren peningkatan, namun tetap memerlukan penguatan melalui kolaborasi lintas sektor.

Pada sesi pemaparan materi, narasumber menyampaikan sejumlah poin strategis terkait kondisi gender dan anak di Gunungkidul. Ditekankan bahwa penyusunan data masih didominasi bentuk tabel sehingga perlu dilengkapi analisis naratif agar lebih mudah dipahami, terutama dalam konteks sosial-humaniora. Pemateri juga menyoroti kondisi keseimbangan gender yang relatif stabil, namun masih ditemukan ketimpangan di beberapa wilayah.

Berbagai indikator sosial menunjukkan dinamika yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Jumlah kepala keluarga perempuan meningkat signifikan, beberapa kapanewon memiliki proporsi lansia yang tinggi, sementara indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), IPG, dan IDG mengalami peningkatan namun belum merata.

Pada sektor pendidikan, sejumlah tantangan dicatat, antara lain penurunan APK/APS/APM pada jenjang SMP-SMA, tingkat literasi dasar yang stagnan, serta Angka Melek Huruf perempuan yang masih rendah di beberapa wilayah. Solusi yang diusulkan meliputi kebijakan afirmasi seperti beasiswa, transportasi yang aman, layanan sekolah ramah anak dan perempuan, hingga penambahan SMK terutama di wilayah selatan.

Di bidang kesehatan dan perlindungan sosial, peningkatan kasus HIV terutama di wilayah Wonosari menjadi perhatian serius, sehingga layanan VCT dan ARV perlu diperkuat. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga meningkat, masalah yang diperburuk oleh kondisi korban yang banyak tidak memiliki pekerjaan.

Dari sisi demografi, jumlah anak menunjukkan penurunan, namun kasus anak putus sekolah yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan mengalami peningkatan. Kerentanan terhadap bencana, terutama longsor dan cuaca ekstrem, dinilai tinggi dan sistem peringatan dini dipandang belum optimal.

Sektor politik dan kelembagaan juga menjadi sorotan. Keterwakilan perempuan dalam jabatan strategis di Gunungkidul masih rendah, sementara keterwakilan perempuan di DPRD baru mencapai sekitar 26,7 persen. Selain itu, layanan PAUD Holistik Integratif (PAUD HI) dinilai belum merata di seluruh wilayah.

Sejumlah wilayah yang perlu intervensi khusus diidentifikasi, yaitu Gedangsari, Panggang, dan Wonosari. Paguyuban peserta juga mendapatkan paparan mengenai prioritas kebijakan lanjutan, mencakup penguatan ekonomi perempuan, penanganan HIV, pendidikan menengah inklusif, kesiapsiagaan bencana, intervensi gizi ibu hamil, peningkatan kepemimpinan perempuan, hingga pemerataan layanan dasar anak seperti PAUD HI, Puskesmas Ramah Anak, dan Ruang Bermain Ramah Anak.

Peserta diharapkan dapat menindaklanjuti hasil pembahasan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing, terutama dalam meningkatkan kualitas dan validitas data gender dan anak sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah.

Previous DPRD Kabupaten Tulungagung Lakukan Kunjungan Kerja ke DINSOSP3A Gunungkidul Bahas Penyelenggaraan Perlindungan Anak

Leave Your Comment

Skip to content